Karya Aktivis Negeri yang Masih Hilang

Pagi ini hasrat untuk menulis di blog sangat tinggi karena belum menulis lebih dari sebulan lalu. Sebelumnya melihat info di twiter dan tertarik pada akun seseorang yang saya rasa sangat berani menyuarakan opini mengenai isu-isu yang beredar marak di publik belakangan ini. Jadilah saya membatalkan niat menuliskan apa yang ada di kepala saya saat bangun tidur tadi karena lebih tertarik hal ini. 

Pagi ini akun tersebut mengapresiasi karya Wiji Thukul, yang notabene saya tidak kenal sama sekali, bahkan namanya baru saya baca pagi ini. Jari-jari segera bergerak  menjajah keyboard menjelajah dunia maya. Sayanganya berita mengenai Beliau tidak terlalu banyak. Saya sangat tertarik untuk membagikan beberapa puisi yang dibuat oleh Beliau yang menurut saya sangat lugas, sarat makna, penggunaan analogi yang puitis tapi menusuk. Karakter sastranya sepertinya hampir sama dengan sastra lugas Iwan Fals dalam lagu-lagu kritik-nya. 

Pasti banyak yang tidak begitu mengenal Wji Thukul, seorang tukang becak yang juga menjadi aktivis melawan rezim orde baru dan hilang diculik sekitar Maret 1998. Hilangnya Wiji Thukul diduga kuat berkaitan dengan aktivitas yang dilakukkan oleh yang bersangkutan. Saat itu bertepatan dengan peningkatan operasi represif yang dilakukan oleh rezim Orde Baru dalam upaya pembersihan aktivitas politik yang berlawanan dengan Orde Baru. Operasi pembersihan tersebut hampir merata dilakukan diseluruh wilayah Indonesia. Dicatat dalam berbagai operasi, rezim Orde Baru juga melakukan penculikan terhadap para aktivis (22 orang) yang hingga saat ini 13 orang belum kembali. 


Kumpulan puisi yang pernah dipopulerkan oleh Wiji Thukul

Di antara puluhan puisi yang ditulis Wiji Thukul, berikut puisi yang paling populer. Bait-baitnya masih terus menghiasi perlawanan. Selain puisi "Peringatan" yang penggalan kalimatnya: hanya ada satu kata: lawan, ada juga satu puisi yang ditulisnya saat dalam pelarian dari buruan penguasa orde baru, berjudul: "aku masih utuh dan kata-kata belum binasa"

PERINGATAN

Jika rakyat pergi
 
Ketika penguasa pidato
 
Kita harus hati-hati
 
Barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat bersembunyi
 
Dan berbisik-bisik
 
Ketika membicarakan masalahnya sendiri 

Penguasa harus waspada dan belajar mendengar

Bila rakyat berani mengeluh 

Itu artinya sudah gawat 

Dan bila omongan penguasa
 
Tidak boleh dibantah
 Kebenaran pasti terancam

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
 
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
 
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
 Maka hanya ada satu kata: lawan!.

(Wiji Thukul, 1986)


BUNGA DAN TEMBOK

Seumpama bunga
 
Kami adalah bunga yang tak
 
Kau hendaki tumbuh 

Engkau lebih suka membangun
 Rumah dan merampas tanah

Seumpama bunga
 
Kami adalah bunga yang tak
 
Kau kehendaki adanya
 
Engkau lebih suka membangun
 Jalan raya dan pagar besi

Seumpama bunga
 
Kami adalah bunga yang
 Dirontokkan di bumi kami sendiri

Jika kami bunga
 
Engkau adalah tembok itu
 
Tapi di tubuh tembok itu
 Telah kami sebar biji-biji

Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!
Dalam keyakinan kami

Di manapun–tirani harus tumbang!


P E N Y A I R

jika tak ada mesin ketik
aku akan menulis dengan tangan
jika tak ada tinta hitam
aku akan menulis dengan arang
jika tak ada kertas
aku akan menulis pada dinding
jika aku menulis dilarang
aku akan menulis dengan
tetes darah!

sarang jagat teater
19 januari 1988



KEMERDEKAAN  

kemerdekaan
mengajarkan aku berbahasa
membangun kata-kata
dan mengucapkan kepentingan

kemerdekaan
mengajar aku menuntut
dan menulis surat selebaran
kemerdekaanlah
yang membongkar kuburan ketakutan
dan menunjukkan jalan

kemerdekaan
adalah gerakan
yang tak terpatahkan
kemerdekaan
selalu di garis depan*

Solo, 27-12-1988


DERITA SUDAH NAIK SELEHER 

kaulempar aku dalam gelap
hingga hidupku menjadi gelap
kausiksa aku sangat keras
hingga aku makin mengeras
kau paksa aku terus menunduk
tapi keputusan tambah tegak
darah sudah kau teteskan
dari bibirku
luka sudah kau bilurkan
ke sekujur tubuhku
cahaya sudah kau rampas
dari biji mataku
derita sudah naik seleher
kau
menindas
sampai
di luar batas

17 November 96


TUJUAN KITA SATU IBU 

kutundukkan kepalaku, 
bersama rakyatmu yang berkabung 
bagimu yang bertahan di hutan 
dan terbunuh di gunung 
di timur sana
di hati rakyatmu, 
tersebut namamu selalu 
di hatiku 
aku penyair mendirikan tugu 
meneruskan pekik salammu 
"a luta continua."

kutundukkan kepalaku 
kepadamu kawan yang dijebloskan
ke penjara negara
hormatku untuk kalian
sangat dalam
karena kalian lolos dan lulus ujian
ujian pertama yang mengguncangkan

kutundukkan kepalaku
kepadamu ibu-bu
hukum yang bisu
telah merampas hak anakmu

tapi bukan hanya anakmu ibu
yang diburu dianiaya difitnah
dan diadili di pengadilan yang tidak adil ini
karena itu aku pun anakmu
karena aku ditindas
sama seperti anakmu

kita tidak sendirian 
kita satu jalan 
tujuan kita satu ibu:pembebasan!

kutundukkan kepalaku 
kepada semua kalian para korban 
sebab hanya kepadamu kepalaku tunduk 

kepada penindas 
tak pernah aku membungkuk 
aku selalu tegak

4 Juli 1997


UCAPKAN KATA-KATAMU 

jika kau tak sanggup lagi bertanya
kau akan ditenggelamkan keputusan-keputusan

jika kau tahan kata-katamu
mulutmu tak bisa mengucapkan apa maumu
terampas

kau akan diperlakukan seperti batu
dibuang dipungut
atau dicabut seperti rumput

atau menganga
diisi apa saja menerima
tak bisa ambil bagian

jika kau tak berani lagi bertanya 
kita akan jadi korban keputusan-keputusan
jangan kau penjarakan ucapanmu

jika kau menghamba kepada ketakutan
kita memperpanjang barisan perbudakan

kemasan-kentingan-sorogenen


AKU MASIH UTUH DAN KATA-KATA BELUM BINASA 

ku bukan artis pembuat berita
Tapi aku memang selalu kabar buruk buat penguasa

Puisiku bukan puisi
Tapi kata-kata gelap
Yang berkeringat dan berdesakan mencari jalan
Ia  tak mati-mati, meski bola mataku diganti
Ia tak mati-mati, meski bercerai dengan rumah
Ditusuk-tusuk sepi, ia tak mati-mati
telah kubayar yang dia minta
umur-tenaga-luka

Kata-kata itu selalu menagih
Padaku ia selalu berkata, kau masih hidup

Aku memang masih utuh
dan kata-kata belum binasa

(Wiji Thukul.18 juni 1997)

Sumber : 
http://id.wikipedia.org/wiki/Widji_Thukul
http://www.beritasatu.com/nasional/68126-puisi-wiji-thukul-yang-paling-populer.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi dan Masa Depan

Encouragement : Pola Mendidik Melahirkan Kehebatan