Budaya Antre - Dominasi Kepentingan Individu

Oleh : Irene Nelvita

Antri.
Familiar ya kedengarannya?
Dari golongan ekonomi kecil sampai kelas socialite pasti tahu dengan kata ini.
Dari golongan yang tidak menempuh pendidikan sampai yang gelar pendidikannya berderet di depan dan belakang nama tahu dengan kata ini.
Dari golongan yang hanya tahu bahasa sukunya selain bahasa Ibu Pertiwi sampai yang bisa lancar bahasa-bahasa tiap benua di dunia tahu dengan kata ini.

Antri.
Di Kamus Besar Bahasa Indonesia tidak ada kata antri. Coba saja cari.
Yang tepat adalah "antre".
antre /an·tre/ /antrĂ©/ 1 v berdiri berderet-deret memanjang menunggu untuk mendapat giliran (membeli karcis, mengambil ransum, membeli bensin, dsb); 2 n antrean;

Dari golongan-golongan yang ada di atas tadi, berapa persen yang salah menggunakan kosakata antre dan menggantinya dengan antri? Bahkan untuk mengenal kosa kata pun salah. Bagaimana dengan mengaplikasikannya ya. 
Dari semua golongan di atas, berapa persen yang bisa benar-benar mengaplikasikannya? Berapa persen yang bisa membudayakannya? Berapa persen yang bisa menularkannya kepada orang lain?

Menurut KBBI sudah sangat jelas disebutkan pengertian dari antre. Berderet-deret. Menunggu. Mendapat giliran. Poin-poin yang sangat jelas untuk bisa dipahami. Ada tindakan yang memerintah kita untuk bersabar menunggu, hingga sampai pada giliran kita. Ada perintah yang harus dipahami pikiran dan tubuh kita untuk menunggu orang yang ada sebelum kita mendapatkan gilirannya, hingga sampai pada giliran kita. 
Siang tadi saya membeli makan di warung dan ternyata sudah ada sekitar 6 orang yang mengantri di depan etalase makanan, di warung kecil itu, hanya sekitar 6x4 meter. Saya ada di antrian ke tujuh. Orang-orang yang sudah lebih dulu berbaris memang tidak berdiri memanjang, mereka ada di sisi-sisi etalase, tapi tahu siapa yang telah datang duluan, dan pantas untuk memesan makanan duluan. Lalu 2 orang Ibu datang dan berdiri di belakang saya. Ibu yang satu mencolek temannya dan mengerling ke arah depan. Yang saya tangkap, arti kerlingan itu adalah "Maju ke depan sana". Dan mereka berdua maju ke sebelah Ibu penjual makanan yang sedang sibuk membungkus makanan orang lain. Ternyata, 2 orang Ibu tadi langsung memesan, Ibu penjual yang mungkin tidak memperhatikan siapa yang datang lebih dahulu, membungkuskan makanan (entahlah karena mereka saling kenal dan Ibu penjual tidak enak hati). Ibu yang ada di depan saya nyeletuk "Kok nyerobot ya". Kemudian melanjutkan dalam bahasa Sunda yang kira-kira artinya seperti ini "Bu ya antri satu-satu beli makannya. Semua orang juga kan pada lapar". Eh Ibu yang nyerobot menjawab cengengesan "Hihihii, yaudahlah ya sama-sama lapar ini, sudah ditunggu suami di rumah". Dalam hati saya menggeram, "mental memang ya". 

Apa yang salah dari contoh sekecil ini? Budaya. Budaya mengantre sekarang sepertinya sudah digeser dengan budaya menyerobot. Kalau mau ditinjau secara filosofis, bisa panjang ceritanya. Tapi yang paling dominan adalah pengaruh kepentingan. Ternyata sadar atau tidak sadar, masalah menyerobot antrean didominasi oleh sifat kepentingan individu. Kepentingan untuk mendahulukan dirinya dibandingkan orang lain, kepentingan untuk mendapatkan apa yang diinginkan individu tersebut lebih cepat daripada orang lain. kepentingan yang memerintahkan pikiran dan tubuh untuk merebut waktu serta kesempatan yang harusnya dimiliki orang lain terlebih dahulu, untuk memuaskan kepentingannya. Dorongan kepentingan ini yang merusak pikiran dan akhirnya membudaya dalam individu dan kemudian membudaya secara kommunal (masyarakat). Jika ditilik lagi, kasus antre ini sangat sederhana untuk bisa menjadi sarang bekerjanya kepentingan-kepentingan individu manusia. Tapi ternyata menjadi bukti sangat konkret dan riil, dimana aktualitas yang ada menyatakan budaya menyerobot  banyak ditemukan dibandingkan budaya antre yang tertib. Lihat saja antrean pembagian sembako, Bantuan Tunai Langsung (BLT), bahksan sampai antrean anggota DPR yang menanti jatah ipad. Tidak ada golongan yang terkecualikan, karena kepentingan ada dalam diri setiap individu. Ada kepentingan-kepentingan individu untuk mendapatkan apa yang diinginkannya tanpa peduli apakah orang lain telah menanti lebih lama, memiliki kepentingan yang sama atau bahkan jauh lebih besar, atau apapun bentuk kepentingan orang lain. 

Sebenarnya, masalah kepentingan ini ada pada pengendalian diri masing-masing individu tersebut. Dan semua orang TAHU hal ini. Ini bukan hal normatif menurut saya, ini paradigma yang harus ada. Pengendalian diri tidak ada hubungannnya dengan golongan seseorang, atau kasta, atau pendidikan, atau pembeda apapun. Ini masalah penyeimbangan. Bagaimana individu menyeimbangan kepentingan-kepentingannya untuk mau mendapatkan sesuatu lebih dahulu dengan cara menekan kepentingan tersebut. Bagaimana caranya? Entahlah. Hahahaa
Lihat, bagaimana kepentingan yang ada dalam individu bisa sampai mempengaruhi bidaya antre yang sederhana. Hanya butuh kesadaran sebenarnya, untuk memposisikan diri tidak merebut posisi orang lain lebih dahulu. Sisanya, mengindahkan teguran ketika melakukan budaya menyerobot. Manusia dilengkapi dengan pikiran sehingga pasti tahu apa kepentingan yang dimilikinya dan bagaimana menekan kepentingan tersebut atau menyeimbangkannya. Namun secara kontradiksi kepemilikan pikiran pada manusia memerankan pedang bermata dua dimana individu akan melakukan apa pun melalui apa yang ada di pikirannya untuk mendapatkan kepentingannya. Termasuk meyerobot antrean orang lain. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi dan Masa Depan

Encouragement : Pola Mendidik Melahirkan Kehebatan

Karya Aktivis Negeri yang Masih Hilang